29 April 2017

Naik Pesawat Terbang Tidak Seseram Kata Orang

Hello guys begini saya mau berbagi pengalaman, dulu tersirat di benak Kapan saya bisa rasakan yang namanya naik kapal terbang, gimana lihat Kota Jakarta yang super metropolitan, gimana bentuk tugu Monas Jakarta yang menjadi ikon Ibu kota Jakarta. 
Yok simak cerita saya...
  Cekidot.
Tepatnya 15 April 2017, saya dapat kali pertama merasakan gimana yang namanya naik kapal terbang, engak tanggung-tanggung langsung terbang bersama Garuda Indonesia Boeing GA 105 tujuan Jakarta.
   Setelah melewati pemeriksaan superketat di bandara internasional Sultan Mahmud Badarudin II Palembang akhirnya para penumpang langsung menuju pesawat dan duduk di kursi masing-masing. Awalnya cemas dan gelisah karena kata orang selama di udara akan banyak gangguan dan lain sebagainya sehingga kita dibuat cemas dan takut, namun setelah memasang sabuk pengaman sembari mendengarkan instruksi dari pramugari Tetang pintu darurat serta alat penimbul jika terjadi kecelakaan saya menyetel tv mini yang ada di hadapan kursi masing-masing penumpang.
  Sembari mendengarkan musik yang di bawakan oleh Ari Lasso pesawat mulai delay menuju Jakarta awalnya saya rasakan sendiri ketika pesawat baru terbang ada semacam perasaan mual takut dan lain-lain namun setelah posisi pesawat sudah mendatar kecemasan itu hilang bahkan tidak seperti apa yang di katakan orang. Sembari menyantap snak gratis yang disuguhkan oleh pramugari bersama segelas susu, Kurang lebih 45 menit instruksi kedua menyatakan bahwa pesawat akan segera mendarat di bandara internasional Halim Perdanakusuma Jakarta, rasa cemas datang lagi ketika pesawat menuju landasan. Saya merasa seakan kita jatuh dari ketinggian namun hanya beberapa saat kemudian kembali normal setelah pesawat mendarat dengan selamat.
Akhirnya sayapun tiba dan kali pertama menginjakkan kaki di bandara internasional Halim Perdanakusuma Jakarta.

Itulah sepenggal cerita naik pesawat, disini dapat kita petik hikmahnya bahwa setiap orang-orang itu meliki Kisa dan perasaan berbeda, apa yang di ceritakan orang tidak mungkin sama dengan apa yang kita rasakan.

Perlunya Indentitas Diri dan Bahasa Nasional Dalam Suatu Perjalanan

Oke guys ketemu lagi dengan cerita pujangga, kali ini saya akan bercerita bahwa
" pentingnya Indentitas Diri Saat Berpergian, Gara-gara ketinggalan KTP Naik Kereta api Ganti Nama

Cekidot...

Waktu itu tepatnya tanggal 20 April 2017 saya bersama rekan saya Syarifudin Zuhri berkesempatan mendampingi Wakil Ketua DPR Banyuasin berfoto  ke kota Bandung setelah sebelumnya kami sempat menginap di Mangga Besar Jakarta Selatan.
  Sewaktu sampai di stasiun kereta api Gambir Jakarta, kami ber empat terlebih dahulu membeli tiket kereta api, saat yang lain mengeluarkan KTP saya baru sadar bahwa saya tidak membawa kartu Indentitas sedikitpun, baik berupa KTP, SIM, ataupun Kartu Indentitas lainnya. Saya panik mau pulang ke hotel keburu telat Al hasil saya pasrah dan harapan saya untuk melihat kota lautan api hampir pupus.
   Tidak lama kemudian pak wakil ketua DPRD datang menghampiri dan menawarkan bagaimana kalau beli tiket kereta api nya menggunakan KTP sopir taksi yang sudah kami kontrak, harapan saya untuk melihat kota Bandung kembali semangat setelah mendengar pak Rohmat memberi izin untuk menggunakan KTP selama saya di Bandung.
   Usai membeli tiket kami ber Empa naik kereta tujuan Bandung tepatnya di gerbong nomer 6. " Uh..kacau nama saya Armadi gara-gara ketinggalan KTP di kamar hotel, kini menjadi Rohmat".
di sepanjang perjalanan, saya diejekin sama pak Dewan dan Istri dengan panggilan pak Rohmat.
  Separuh perjalanan kami rasakan di gerbong kereta tersebut Ac-nya tidak sejuk, akhirnya pak Dewan mengusul sama masinis untuk pindah gerbong. Tidak berapa lama datang pramugari cantik dan menyuruh kami untuk pindah ke gerbong nomer 5, karena korsi sudah hampir penuh akhirnya kamipun terpisah pak Dewan tetap satu kursi sama istri sedangkan saya dengan teman saya terpaksa harus berpisah tempat duduk.
  Kini datang lagi musibah kedua, saya orangnya sudah terbiasa dengan bahasa deso, karena logat saya terlalu kental jadi susah untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kebetulan kali ini saya duduk berdampingan dengan wanita cantik namun karena malu takut di tertawain saya ragu untuk menyapa apa lagi bercerita panjang lebar, akhirnya kami bercerita seperlunya saja dan kebanyakan tidur, " asik..tidur bareng cewek cantik" jangan salah tapsir tidur bareng disini satu korsi Lo.
  Sampai di kota Bandung akhirnya kamipun pokus dengan tujuan utama kami yaitu mendampingi pak Dewan ke studio foto, setelah mampir shalat ashar di masjid Agung Ukhuwah Bandung kami lanjutkan makan malam di RM Ibu Asma. Usai makan kamipun langsung berfoto setelah berfoto  kembali menuju pulang ke Jakarta dengan mengendarai mobil taksi pribadi atau dikenal dengan grep.
    Nah itula cerita singkat saya pertama kali kebandung." Pesan saya dari cerita ini ada dua hikma yang saya petik. Pertama bahwa penting sekali saat berpergian kita membawa kartu Indentitas diri. Kedua perlunya kita menguasai bahasa Nasional, sebab ke dua-duanya sangat di perlukan dalam suatu perjalan.

Entri yang Diunggulkan

Hikma Yudisium Daring (Online) Menjadi Kebanggan Orangtua

Akibat Covid-19 atau yang sering kita sebut Corona membuat sebagain orang merasa kecewa, karena Gordon yang menjadi kebanggaan seharusnya di...